Maret 2018 - Fuji Astuty

Jumat, Maret 16, 2018

Menyusuri Museum Perkebunan Medan
Maret 16, 2018 2 Comments




Perjalanan kali ini, saya ke sebuah rumah dengan arsitektur jaman Kolonial yang terletak di jalan Brigjen Katamso No 53 Medan dan kemudian menjadi sebuah museum perkebunan di Sumatera Utara yang diresmikan pada tanggal 10 Desember 2016. Sebenarnya ide awal ini dari salah seorang tokoh perkebunan nasional yaitu Soedjai Kartasasmita bahwa Indonesia perlu memiliki sebuah museum mengenai perkebunan.

Museum ini dikelola oleh Yayasan Museum Perkebunan Indonesia yang berlokasi di gedung milik pusat penelitian Kelapa Sawit (PPKS). Museum ini sangat sederhana karena hanya menampilkan visualisasi dari sejarah perkebunan di Indonesia. Dengan datang ke museum ini, masyarakat juga harus tahu sejarah mengapa negara kita disebut negara agraris hingga kini. Selain menambah pengetahuan pengunjung seputar perkebunan, di Museum tersebut pengunjung dapat mengetahui sejarah panjang perkebunan Indonesia dari zaman kolonial hingga kini.

Sejak jaman kolonial Sumatera Utara sudah terkenal sebagai salah satu sentra penghasil perkebunan di Indonesia bahkan riset perkebunan pertama terdapat di provinsi itu, diantaranya tembakau. Perkebunan tembakau ini juga dikenal sebagai penghasil pembungkus cerutu terbaik di dunia pada masa kolonialisme. 

Indonesia memiliki museum perkebunan di Provinsi Sumatera Utara yang dapat berfungsi untuk memberikan informasi sejarah perkebunan dari jaman kolonial hingga saat ini kepada masyarakat. Dengan berdirinya museum ini, maka sejarah perkebunan di Sumatera Utara akan terdokumentasi dengan baik sehingga masyarakat bisa melihat koleksi museum yang unik. Keberadaan museum ini sudah lama ditunggu masyarakat untuk menginformasikan bahwa Sumatera Utara pernah dan masih menjadi pusat perkebunan besar di Nusantara.

Awalnya, museum ini adalah bangunan tua dari jaman kolonial Belanda sehingga bangunan ini bergaya arsitektur Eropa, nama bangunan ini adalah AVROS. AVROS merupakan singkatan dari Algemeene Vereeniging van Rubberplanters ter Oostkust van Sumatera atau Perhimpunan Pengusaha Perkebunan Karet di Pantai Timur Sumatera. Avros merupakan sebuah organisasi perkebunan karet Sumatera Timur yang berdiri pada tahun 1916. 



Ruang pertama di Museum ini terdapat sebuah infografis yang memberikan penjelasan mengenai Timeline dari Perkebunan Indonesia yang dimulai dari jaman Prakolonial dimana masyarakat Indonesia pada saat itu memiliki mata pencaharian agraris. Kemudian, di masa kolonial mulai diperkenalkan sebuah kongsi-kongsi dagang yang memiliki andil di dalam membangun perkebunan ini yang bertujuan agar dapat mengirimkan hasil perkebunan tersebut di beberapa negara Eropa, misalnya : kopi, lada dan rempah-rempah.



Selanjutnya, ruang Kelapa Sawit yang merupakan ruang komoditas perkebunan utama di Provinsi Sumatera Utara. Ruangan ini memberikan informasi mengenai teknologi pertanian yang mengolah kelapa sawit menjadi komoditi, seperti : kosmetik, bahan makanan, maupun minyak goreng. 

Kemudian tumbuhan kopi, Indonesia juga terkenal dengan hasil kopi. Selain itu tumbuhan teh, bahwa perkebunan teh di Simalungun telah ada dari tahun 1910. Dan Indonesia masuk sebagai peringkat ke 3 di dunia setelah India dan Srilanka. Di ruangan selanjutnya adalah tebu. Tebu merupakan bahan dasar gula dan satu-satunya komoditi asli di Indonesia. Tumbuhan tebu diyakini berasal dari Merauke di Papua. Namun, pengelolaan tebu telah dilakukan oleh pengusaha keturunan Tionghoa yang bernama Oei Tiong Ham dan merupakan Raja Gula di masa Perang Dunia ke II. Kemudian di ruangan ini juga menceritakan sebuah komoditas yang dulu pernah membuat kota Medan menjadi sangat terkenal yaitu Tembakau Deli. Setelah itu di ruangan ini ada sebuah pohon karet asli setinggi 3 meter serta getah karet juga berada di ruangan ini.

Setelah itu, di akhir ruangan terdapat ruang “3D Magic Trick” untuk pengunjung yang mendokumentasikan pengalaman mereka dengan efek 3 dimensi namun tidak melupakan tema perkebunan. Museum perkebunan Indonesia yang diresmikan di Medan berlantai dua. Lantai pertama di desain grafis dengan konteks kekinian perkebunan, sementara lantai dua menyajikan koleksi berupa artefak perkebunan dari masa lampau hingga kini.     

Sebelum memasuki Museum kita akan dikenakan tiket masuk sebesar Rp 8.000,-/ orang dan Rp 5.000,- untuk rombongan di atas 20 orang untuk warga lokal dan Rp 25.000,- untuk wisatawan asing. Dengan jam operasional yaitu selasa-minggu mulai dari jam 09.00 s/d 16.00 hari Senin tutup. Biaya yang cukup terjangkau dan waktu yang bisa kapanpun kita kunjungi. Museum ini banyak dikunjungi mulai dari anak TK hingga orang dewasa. Bagi anak TK atau pelajar, mereka mendapat tugas dari guru mereka untuk mencari informasi mengenai kondisi perkebunan serta hasil-hasilnya pada jaman kolonial hingga sekarang, namun berkunjung ke museum ini tidak hanya untuk mencari informasi, tempat ini bisa dijadikan sebagai objek wisata. Karena museum ini tidak hanya dibuka pada hari kerja, ternyata hari minggu museum ini juga dibuka. Jadi, untuk mengisi akhir pekan kita bisa berkunjung ke museum ini, dan kita tidak perlu menghabiskan biaya yang besar dalam mengisi akhir pekan kita.
                                                                                                                                                                                                                                  

Reading Time: